Connect with us

Sosial

Undang-Undang Kontroversial di Irak Resmi Disahkan, Anak Perempuan Berusia 9 Tahun Bisa Menikah

Banyak yang mempertanyakan keputusan Irak menurunkan usia legal pernikahan menjadi 9 tahun, menciptakan kekhawatiran tentang dampaknya bagi perempuan. Apa selanjutnya?

controversial marriage law enacted

Kita telah melihat Irak secara resmi menurunkan usia pernikahan legal menjadi 9 tahun, sebuah langkah yang menimbulkan kontroversi besar dan memicu kekhawatiran tentang hak-hak perempuan. Undang-undang ini, yang mengubah statuta tahun 1959, selaras dengan beberapa interpretasi prinsip Islam. Reaksi publik telah meluas, dengan adanya protes di Lapangan Tahrir yang mencerminkan penolakan yang kuat terhadap pernikahan dini, yang ditakutkan akan membahayakan pendidikan dan keselamatan para gadis. Para kritikus berpendapat bahwa ini dapat memperdalam ketimpangan gender dan memaparkan pengantin muda kepada risiko kesehatan, memicu kekhawatiran dari organisasi-organisasi hak asasi manusia di seluruh dunia. Seiring dengan terbukanya implikasi-implikasi keputusan ini, sangat penting untuk mengeksplorasi konsekuensi hukum dan sosial yang mungkin timbul dari keputusan ini.

Tinjauan Hukum

Sebagai Parlemen Irak baru-baru ini meratifikasi sebuah undang-undang yang memungkinkan pernikahan untuk anak perempuan yang berusia semuda sembilan tahun, kita mendapati diri kita menghadapi perubahan signifikan dalam norma hukum seputar pernikahan di negara tersebut.

Amandemen ini menurunkan usia pernikahan legal dari 18 tahun dan memodifikasi Hukum Status Pribadi yang dibuat pada tahun 1959, menyelaraskan hukum negara dengan beberapa interpretasi prinsip Islam.

Sementara pendukung berargumen bahwa hal ini mencerminkan signifikansi budaya dan tradisi di beberapa wilayah, para kritikus menyoroti implikasi hukum untuk hak-hak anak dan kesejahteraannya.

Undang-undang ini menempatkan Irak di antara negara-negara yang memperbolehkan pernikahan dini, meningkatkan keprihatinan yang mendalam tentang kesetaraan gender dan kesejahteraan anak.

Kontroversi yang mengelilingi keputusan ini menegaskan ketegangan antara praktik budaya dan keharusan untuk melindungi populasi yang rentan.

Proses Legislatif dan Kontroversi

Dalam mengkaji proses legislatif di balik amandemen terbaru di Irak, kita tidak bisa mengabaikan tuduhan signifikan tentang pelanggaran prosedural yang muncul selama sidang parlemen.

Tuduhan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas legislatif dan transparansi proses persetujuan.

Ketika kita mengeksplorasi kontroversi ini, sangat penting untuk mempertimbangkan bagaimana mereka mempengaruhi baik undang-undang itu sendiri maupun lanskap politik yang lebih luas di Irak.

Dugaan Pelanggaran Prosedural

Meskipun persetujuan amandemen perkawinan yang kontroversial di Irak memberikan harapan bagi sebagian orang, ini juga memicu tuduhan serius tentang pelanggaran prosedural yang mempertanyakan legitimasi proses legislatif.

Laporan menunjukkan bahwa banyak anggota parlemen gagal memberikan suara, menunjukkan kurangnya keadilan prosedural dan mungkin melanggar persyaratan kuorum.

Penggabungan amandemen ini dengan undang-undang lain yang kontroversial semakin mempersulit masalah, meningkatkan kekhawatiran tentang transparansi dan akuntabilitas legislatif.

Anggota parlemen independen Saad Al-Toubi mengutuk persetujuan terburu-buru tersebut, menyebutnya ilegal dan merugikan standar parlemen.

Dengan tantangan hukum yang mengintai, implementasi masa depan amandemen tersebut tidak pasti, menonjolkan bagaimana kesalahan prosedural dapat mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintahan.

Kekhawatiran Integritas Legislatif

Meskipun ada harapan yang mengitari pengesahan amandemen pernikahan yang kontroversial, kekhawatiran signifikan tentang integritas legislatif telah muncul.

Sesi kacau di Parlemen Irak, di mana hampir setengah dari anggota parlemen abstain dari voting, menimbulkan pertanyaan serius tentang validitas proses pengambilan keputusan.

Selain itu, tuduhan bahwa amandemen ini dibundel dengan undang-undang kontroversial lainnya menyoroti masalah transparansi legislatif yang mencolok.

Kecaman MP independen Saad Al-Toubi terhadap bias politik menegaskan kebutuhan akan tindakan akuntabilitas politik yang lebih kuat dalam sistem parlementer.

Dengan tantangan hukum yang mengintai, proses persetujuan yang terburu-buru tidak hanya membahayakan kedudukan hukum amandemen tetapi juga melemparkan bayangan pada integritas praktik legislatif Irak, pada akhirnya mempengaruhi kepercayaan warga negaranya terhadap pemerintahannya.

Reaksi Publik dan Protes

Ketika protes meletus di Tahrir Square, Baghdad, kita menyaksikan teriakan kuat menentang undang-undang kontroversial yang memperbolehkan pernikahan untuk gadis-gadis yang baru berusia sembilan tahun. Sentimen publik secara besar-besaran mengutuk amandemen ini, yang banyak dilihat sebagai kemunduran bagi hak-hak perempuan dan kesejahteraan anak-anak. Aktivis menekankan potensi peningkatan pernikahan dini, yang mengancam pendidikan dan peluang para gadis.

Aspek Sentimen Publik Strategi Protes
Tingkat Oposisi Tinggi Demonstrasi, Kampanye Media Sosial
Demografi Peserta Pria dan Wanita Membangun Koalisi
Liputan Media Memperkuat Suara Protes Siaran Pers, Wawancara

Peran media telah sangat krusial, membawa perhatian kepada tuntutan para pengunjuk rasa untuk pencabutan undang-undang tersebut dan komitmen untuk melindungi hak-hak anak di Irak.

Dampak bagi Perempuan dan Anak-Anak

Saat kita mempertimbangkan dampak dari undang-undang baru ini, kita harus mengakui potensi meningkatnya pernikahan dini di kalangan perempuan, yang bisa jadi lebih tinggi dari tingkat saat ini yaitu 28%.

Perubahan ini tidak hanya membahayakan akses mereka terhadap pendidikan tetapi juga menimbulkan risiko kesehatan yang signifikan, termasuk komplikasi selama kehamilan.

Pada akhirnya, kita perlu menilai bagaimana perubahan ini bisa memperkuat siklus kemiskinan dan membatasi peluang untuk generasi mendatang.

Pernikahan Dini Meningkat

Meskipun undang-undang baru yang mengizinkan pernikahan untuk gadis-gadis yang berusia semuda sembilan tahun kemungkinan akan memperburuk tren pernikahan dini yang sudah mengkhawatirkan di Irak, implikasinya bagi perempuan dan anak-anak sangat mendalam.

Kita menghadapi situasi di mana hak-hak anak semakin terabaikan, karena pernikahan dini berkontribusi pada risiko kesehatan yang parah, termasuk komplikasi selama kehamilan.

Selain itu, dengan 28% gadis Irak sudah menikah sebelum usia 18 tahun, kita berisiko memnormalisasi praktik ini, memperpanjang ketidaksetaraan gender dan menghambat kemajuan dalam hak-hak perempuan.

Pengakuan hukum terhadap pernikahan anak mungkin akan menyebabkan peningkatan kekerasan dalam rumah tangga dan trauma psikologis, yang sangat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental pengantin wanita muda.

Bersama-sama, kita harus berjuang untuk hak dan masa depan individu-individu yang rentan ini.

Dampak terhadap Akses Pendidikan

Undang-undang baru yang mengizinkan pernikahan dini bagi perempuan mengancam akan mengganggu signifikan akses pendidikan bagi banyak wanita muda di Irak.

Seperti yang kita ketahui, pernikahan dini sering kali mengakibatkan putus sekolah, memperkuat hambatan pendidikan yang menghalangi pengantin muda untuk melanjutkan sekolah.

Dengan 28% gadis Irak sudah menikah sebelum usia 18 tahun, tren ini mungkin akan memburuk, menciptakan ekspektasi masyarakat yang memprioritaskan keluarga daripada pendidikan.

Normalisasi pernikahan anak seperti ini berisiko memperpanjang siklus kemiskinan dan ketidaksetaraan gender, akhirnya menggagalkan dekade kemajuan dalam hak-hak perempuan.

Kita harus mengakui bahwa dampak ini terhadap akses pendidikan tidak hanya mempengaruhi masa depan individu tetapi juga lanskap sosial yang lebih luas, membatasi peluang untuk pemberdayaan dan kemajuan sosial bagi generasi yang akan datang.

Risiko terhadap Kesehatan dan Keselamatan

Mengingat meningkatnya tingkat pernikahan dini di Irak, kita harus menghadapi risiko kesehatan signifikan yang menyertai peraturan ini.

Pernikahan dini dikaitkan dengan komplikasi kesehatan yang serius, termasuk preeklampsia dan anemia selama kehamilan, yang dapat membahayakan kesehatan ibu dan bayi. Statistiknya mencengangkan; UNICEF mencatat bahwa 28% gadis di Irak menikah sebelum berusia 18 tahun, dan undang-undang baru ini bisa memperburuk situasi yang sudah kritis.

Ibu muda menghadapi risiko maternal yang meningkat, termasuk tingkat kematian yang lebih tinggi, terutama karena akses perawatan kesehatan yang tidak memadai.

Selanjutnya, normalisasi pernikahan anak memperburuk ketidaksetaraan gender, seringkali menjebak gadis-gadis dalam siklus eksploitasi dan kekerasan domestik.

Kita harus mengatasi kekhawatiran kesehatan mendesak ini untuk melindungi kesejahteraan generasi masa depan kita.

Suara dan Kekhawatiran Oposisi

Seiring dengan berkumpulnya aktivis yang menentang amandemen terbaru yang memperbolehkan pernikahan untuk anak perempuan yang baru berusia sembilan tahun, kita dihadapkan pada dilema etis yang mendalam yang menimbulkan kekhawatiran serius terhadap hak-hak perempuan dan anak-anak. Para kritikus berpendapat bahwa undang-undang ini merusak hak anak dan mendorong ketidaksetaraan gender. Organisasi hak asasi manusia memperingatkan ini bisa mengakibatkan peningkatan pernikahan dini, yang berdampak negatif terhadap pendidikan dan hasil kesehatan bagi gadis-gadis muda.

Kekhawatiran Dampak
Legalisasi pernikahan anak Menormalisasi eksploitasi
Pelanggaran hak dasar Setara dengan pemerkosaan anak
Perubahan budaya yang dipengaruhi oleh otoritas Mengurangi perlindungan sipil
Protes publik yang diperkirakan Menyoroti penolakan masyarakat

Kita harus tetap waspada untuk melindungi hak-hak individu yang paling rentan di masyarakat kita.

Konteks Budaya dan Agama

Menanggapi kekhawatiran yang diungkapkan oleh aktivis, kita harus mempertimbangkan konteks budaya dan agama yang membentuk amandemen terbaru yang memungkinkan pernikahan untuk gadis-gadis yang berusia semuda sembilan tahun di Irak.

Hukum ini selaras dengan beberapa interpretasi hukum Islam, terutama yang didukung oleh otoritas agama Syiah yang secara historis mendukung pernikahan dini berdasarkan teks-teks agama.

Legislasi ini mencerminkan perbedaan budaya yang signifikan, karena norma tradisional mengenai usia pernikahan berbeda-beda di antara komunitas.

Para pendukung berargumen bahwa amandemen ini membela adat lokal dari pengaruh Barat yang dirasakan mengancam struktur keluarga.

Kepercayaan budaya dan interpretasi agama ini menimbulkan pertanyaan tentang kompatibilitas hukum baru ini dengan kerangka hukum sekuler yang ada di Irak dan menyoroti ketegangan berkelanjutan antara tradisi dan modernitas dalam masyarakat Irak.

Reaksi dan Dinamika Politik

Persetujuan undang-undang pernikahan kontroversial telah memicu kemarahan luas, reaksi politik yang mengelilinginya mengungkapkan perpecahan sektarian yang lebih dalam dan ketegangan berkelanjutan dalam pemerintahan Irak.

Sesi parlemen yang kacau dan tuduhan prilaku bias politik selama proses persetujuan telah menimbulkan pertanyaan tentang legitimasi undang-undang tersebut. Kecaman dari anggota parlemen independen, Saad Al-Toubi, mencerminkan frustrasi yang meningkat tentang bagaimana undang-undang penting seperti itu dipaksakan.

Dukungan yang terutama dari anggota Syiah menegaskan perpecahan sektarian yang mempengaruhi hukum keluarga, sementara pada saat yang sama pengesahan amnesti umum untuk tahanan Sunni semakin memperumit lanskap politik.

Situasi ini memperhebat debat tentang pemerintahan sekuler versus interpretasi agama terhadap hukum, menyoroti potensi konflik atas hak-hak wanita dan hak asasi manusia di Irak.

Respons Internasional dan Advokasi

Bagaimana kita bisa mengabaikan kecaman internasional menyusul undang-undang pernikahan kontroversial Irak?

Pengesahan yang memperbolehkan pernikahan untuk anak perempuan yang masih semuda sembilan tahun telah mendapat kecaman dari organisasi hak asasi manusia di seluruh dunia. Mereka mendesak Irak untuk mematuhi hak-hak anak sebagaimana diuraikan dalam konvensi internasional.

Kelompok advokasi memperingatkan bahwa kemunduran dalam standar kesejahteraan anak ini dapat menyebabkan ketegangan diplomatik dengan negara-negara lain. Perserikatan Bangsa-Bangsa dan berbagai LSM telah meminta pencabutan segera undang-undang tersebut, menekankan perlindungan terhadap eksploitasi anak.

Protes global telah meletus, menunjukkan solidaritas dengan perempuan dan anak-anak Irak, menuntut pertanggungjawaban dan reformasi. Media memperkuat suara-suara ini, menyoroti bagaimana undang-undang ini merusak dekade kemajuan dalam hak-hak perempuan dan melanggar hak asasi manusia fundamental.

Prospek Masa Depan dan Tantangan

Seiring dengan terbukanya undang-undang pernikahan kontroversial di Irak, kita menghadapi lanskap prospek dan tantangan masa depan yang kompleks. Dampak sosial dari legitimasi pernikahan anak dapat memicu pertarungan hukum yang signifikan dan perbedaan pendapat publik. Peningkatan advokasi untuk hak-hak anak dapat mendorong inisiatif pendidikan yang menyoroti risiko pernikahan dini, mempengaruhi legislasi masa depan.

Hasil Potensial Implikasi
Tantangan Hukum Kemungkinan amandemen atau pencabutan
Peningkatan Advokasi Kesadaran tentang risiko dan implikasi
Perlawanan Sosial Potensi normalisasi pernikahan dini
Tekanan Internasional Pertimbangan ulang atas undang-undang

Memantau dampak undang-undang terhadap kesejahteraan anak sangat penting. Menyeimbangkan tradisi dengan modernitas akan tanpa ragu membentuk masa depan legislatif Irak, saat kita bersama-sama menavigasi perairan yang belum dipetakan ini.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Sosial

Ribuan Ojol Menggelar Unjuk Rasa di Kantor Gubernur Jawa Timur

Pengemudi ojol yang frustrasi berkumpul di Kantor Gubernur Jawa Timur, menuntut tarif yang adil dan pengakuan—apakah suara mereka akhirnya akan didengar?

ribuan ojol melakukan protes

Pada tanggal 20 Mei 2025, kami menyaksikan sebuah aksi berkumpul besar sekitar 6.700 pengemudi ojek online (ojol) di Kantor Gubernur Jawa Timur di Surabaya, di mana mereka melakukan demonstrasi menentang tarif aplikasi yang tinggi yang mengancam mata pencaharian mereka. Organisasi ini dilakukan oleh Front Driver Online Tolak Aplikator Nakal (FRONTAL) Jawa Timur, dan aksi ini menegaskan perlunya penegakan regulasi tarif yang telah ditetapkan oleh pemerintah provinsi. Suara kami bergema melalui jalanan saat kami berbaris, menyampaikan frustrasi dan tuntutan kami.

Saat berkumpul di Bundaran Waru, suasana dipenuhi dengan rasa urgensi dan tekad. Kami mengangkat suara menentang tarif aplikasi yang melambung tinggi dan menyayat penghasilan kami. Slogan “Aplikator Tambah Kaya, Driver Tambah Sengsara” menggambarkan penderitaan kami. Kami percaya bahwa tarif aplikasi sebaiknya dibatasi maksimal 10% agar kami dapat mempertahankan penghidupan dengan efektif. Beban biaya yang tinggi menjadi tak tertahankan, dan hal ini tidak hanya mengancam pendapatan kami tetapi juga kemampuan kami untuk menghidupi keluarga.

Sepanjang jalannya aksi, kami melakukan pemberhentian di lokasi-lokasi penting, termasuk Dinas Perhubungan dan kantor-kantor aplikasi ride-hailing besar seperti Gojek dan Grab. Pemberhentian ini bukan sekadar simbolik; melainkan juga penting untuk menarik perhatian terhadap tuntutan kami agar diperlakukan secara adil dan penegakan hak-hak pengemudi. Kami tidak hanya meminta perubahan; kami menuntut penghormatan dan pengakuan terhadap peran penting yang kami mainkan dalam ekosistem transportasi. Hak-hak kami sebagai pengemudi perlu diakui, dan kami percaya bahwa regulasi tarif yang adil adalah langkah awal agar suara kami didengar.

Acara ini diakhiri dengan diskusi antara kami dan perwakilan pemerintah setempat, menunjukkan potensi untuk negosiasi di masa depan terkait tuntutan kami. Dialog ini menjadi secercah harapan bahwa keluhan kami akan dipandang serius. Kami memahami bahwa perubahan membutuhkan waktu, tetapi percakapan ini adalah langkah awal yang penting.

Kami tetap berkomitmen untuk memperjuangkan hak-hak kami, dan kami percaya bahwa dengan tekanan dan persatuan yang terus berlanjut, kita dapat mewujudkan lingkungan yang lebih adil bagi semua pengemudi. Saat kami merenungkan aksi ini, kami tahu bahwa perjuangan kami untuk regulasi tarif yang adil dan hak pengemudi masih jauh dari selesai. Kami akan terus berdiri bersama, mendorong perubahan yang akan memastikan penghidupan kami dan memastikan bahwa kami dapat bekerja dengan martabat. Bersama-sama, kami akan berjuang menuju masa depan di mana suara kami tidak hanya didengar, tetapi juga diambil tindakan.

Continue Reading

Sosial

Pegawai Negeri Sipil Purnawaktu Senyum Lebar! Sri Mulyani Pastikan Tidak Ada Potongan untuk Gaji ke-13 Tahun 2025

Masa depan yang menjanjikan menanti pensiunan pegawai negeri sipil saat Sri Mulyani menjamin tidak ada pemotongan untuk gaji ke-13 tahun 2025, tetapi apa artinya ini bagi mereka?

tidak ada potongan untuk gaji

Pada bulan Juni 2025, pemerintah Indonesia akan meluncurkan gaji ke-13 yang sangat dinantikan bagi pensiunan PNS, dikonfirmasi oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Inisiatif ini menandai tonggak penting dalam meningkatkan manfaat pensiun bagi para pensiunan PNS yang terhormat. Dengan memberikan tambahan pembayaran ini, pemerintah bertujuan memberikan bantuan keuangan dan dukungan selama musim perayaan, memastikan bahwa para pensiunan dapat menikmati gaya hidup yang lebih nyaman tanpa beban stres keuangan.

Gaji ke-13 ini akan mencakup beberapa komponen, termasuk gaji pokok, tunjangan suami/istri, tunjangan anak, dan tunjangan makanan, sehingga jumlah totalnya setara dengan satu bulan gaji penuh. Pendekatan komprehensif ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mendukung pensiunan dari semua golongan, mulai dari Golongan I sampai Golongan IV. Yang menarik, pensiunan Golongan IV akan menerima jumlah tertinggi, yang merupakan perkembangan yang menggembirakan bagi mereka yang telah mendedikasikan kariernya untuk pelayanan publik.

Salah satu aspek paling menarik dari pembayaran ini adalah bahwa dana akan langsung dikreditkan ke rekening bank pensiunan tanpa potongan apapun, sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 23 Tahun 2025. Hal ini memastikan bahwa setiap individu menerima jumlah penuh sesuai haknya, yang sangat penting untuk perencanaan keuangan yang efektif.

Kita semua paham bahwa mengelola keuangan secara efektif sangat penting, terutama saat memasuki masa pensiun. Mengetahui bahwa kita tidak perlu khawatir tentang potongan tak terduga memberikan ketenangan pikiran dan memungkinkan kita merencanakan pengeluaran dengan lebih percaya diri.

Proses pembayaran akan dikelola oleh PT Taspen, organisasi yang bertanggung jawab atas pengelolaan dana pensiun. Keterlibatan mereka memastikan distribusi gaji ke-13 yang lancar dan efisien, sehingga pembayaran dapat dilakukan tepat waktu kepada seluruh pensiunan yang memenuhi syarat. Transparansi dalam proses pembayaran ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan antara pemerintah dan para pensiunan.

Setelah bertahun-tahun bekerja keras, kita pantas mendapatkan pengakuan dan penghargaan atas kontribusi kita. Menjelang bulan Juni 2025, penting bagi kita untuk melakukan perencanaan keuangan secara proaktif.

Pendapatan tambahan dari gaji ke-13 ini bisa menjadi peluang untuk meninjau kembali anggaran kita, mengalokasikan dana untuk kebutuhan pokok, atau bahkan berinvestasi dalam pengalaman yang dapat meningkatkan kualitas hidup kita. Inisiatif ini bukan hanya peningkatan keuangan; ini adalah kesempatan bagi kita untuk merayakan kebebasan dan menikmati hasil dari kerja keras kita selama masa pensiun.

Mari kita rayakan perubahan positif ini bersama-sama!

Continue Reading

Sosial

Kepala BPS: Tingkat Ketidaksetaraan Gender di Indonesia Menurun

Upaya yang teliti telah menyebabkan penurunan yang signifikan dalam ketidaksetaraan gender di Indonesia, tetapi tantangan apa yang masih tersisa?

ketidaksetaraan gender menurun di Indonesia

Seiring dengan kemajuan Indonesia, kita menyaksikan langkah signifikan dalam mengatasi ketidaksetaraan gender, yang tercermin dari penurunan Indeks Ketidaksetaraan Gender (GII), yang turun menjadi 0,421 pada tahun 2024 dari 0,499 pada tahun 2018. Penurunan ini mencerminkan upaya berkelanjutan untuk membongkar peran gender tradisional yang selama ini membatasi pemberdayaan ekonomi dan partisipasi perempuan di berbagai sektor. Dengan memeriksa perubahan ini, kita dapat memahami lebih baik dampak dari kemajuan ini terhadap masyarakat kita.

Peningkatan partisipasi tenaga kerja perempuan menjadi 56,42% pada tahun 2024 merupakan indikator penting dari pemberdayaan ekonomi. Lebih banyak perempuan kini berkontribusi terhadap perekonomian, yang tidak hanya meningkatkan kemandirian finansial mereka tetapi juga memperkaya pasar tenaga kerja. Perluasan peran perempuan di dunia kerja ini menantang norma-norma usang dan mendorong pergeseran menuju ekonomi yang lebih inklusif.

Seiring kita menyaksikan transformasi ini, penting untuk mengakui bahwa pemberdayaan ekonomi perempuan dapat membawa manfaat sosial yang lebih luas, termasuk peningkatan kesehatan keluarga dan hasil pendidikan.

Selain itu, penurunan proporsi perempuan usia 15-49 tahun yang melahirkan di bawah usia 20 menjadi 24,8% pada tahun 2024 menunjukkan kemajuan dalam kesehatan reproduksi dan pendidikan. Perbaikan ini memberdayakan perempuan untuk membuat pilihan yang lebih informasi mengenai tubuh dan masa depan mereka, yang selanjutnya turut berkontribusi terhadap partisipasi ekonomi mereka.

Ketika perempuan dapat menunda kehamilan dan mengejar pendidikan atau karier, mereka mendapatkan peluang yang lebih besar untuk keluar dari siklus kemiskinan dan ketergantungan pada peran gender tradisional.

Lebih jauh lagi, meningkatnya representasi perempuan dalam peran legislatif, yang naik sedikit menjadi 22,46% pada tahun 2024, menunjukkan kemajuan dalam pemberdayaan politik. Semakin banyak perempuan memegang posisi pengambilan keputusan, kebijakan dan undang-undang yang memengaruhi kehidupan kita semakin mencerminkan perspektif yang beragam.

Perubahan ini tidak hanya mendorong kesetaraan tetapi juga memastikan bahwa isu-isu yang relevan bagi perempuan mendapatkan prioritas dalam pemerintahan.

Perlu dicatat bahwa kemajuan ini tidak seragam di seluruh negeri. Sebagian besar provinsi melaporkan penurunan GII, dengan Nusa Tenggara Timur mencatat indeks terendah yaitu 0,402.

Variasi regional ini menyoroti perlunya inisiatif yang ditargetkan untuk mengatasi tantangan lokal dan meningkatkan kesetaraan gender di seluruh wilayah.

Continue Reading

Berita Trending

Copyright © 2025 The Speed News Indonesia